Sensasi Pecel "Internasional" di Qatar

 


"Senang sekali bisa bertemu lagi dan semoga bisa saling kolaborasi dalam spirit nilai-nilai integritas ..."

Itulah potongan perbincangan dalam sesi belajar membuat blog bersama denngan kak Januar, Kak Fir, Kak Darma dan Kak Fajri (buat pembaca yang pengen tahu siapa saja mereka, tunggu di postingan selanjutnya. Yang jelas mereka adalah kakak-kakak keren dan kece badai). Pertemuan virtual lintas negara dan kota ini sangat seru, mulai diskusi tentang dunia blog, saling berbagi kabar alias check in atau circle check hingga impian-impian ke depannya terkait dengan jejak digital. Perbedaan zona waktu di mana kota Doha lebih lambat 5 jam dari kota Makassar dan tentunya 4 jam dengan Jakarta. Sesi diskusi pun berakhir sekitar pukul 12 siang waktu Doha yang tandanya perut sudah mulai keroncongan. 

Usai menutup laptop, pikiran langsung menuju dapur dan kebetulan kulkas baru saja di isi dengan bahan makanan setelah berbelanja mingguan di supermarket lokal yang bernama Lulu Express. Untuk menuju pusat belanja itu tidaklah jauh, hanya berkisar 3 km dari Janoubi Village, Male Student Housing Qatar Foundation alias asrama putra kampus. Alhamdulillah untuk ke sana kita bisa naik Shuttle / Bus kampus yang berangkat setiap pukul 16.00 hingga pukul 22.00. Tetapi busnya berangkat setiap satu jam. Jika ingin pake bayar bisa order Uber, temannya Grab dan Gojek di Indonesia. 


Kulkas pun di buka dan lemari bumbu berbahan kayu berwarna coklat, tempat menyimpan bumbu kacang, bawang goreng, abon ikan, dan cabe bubuk. Tadaaaaaa... Muncul ide pengen buat pecel karena menurut saya yang paling simpel untuk berdamai dengan 'kampung tengah' di siang hari yang berkisar 30 derajat celcius. Pandangan pun mengarah ke baby spinach Italy alias bayam dari Italia, ada Carrot Australia atau wortel dari negeri kangguru, lalu farm fresh beans (buncis) dari Qatar, dan kentang dari Pakistan. Dan yang paling ditunggu dan sekaligus jadi senjata pamungkasnya adalah home made bumbu kacang  ala Ibu Kak Firlana yang di datangkan langsung dari Tangerang Selatan, ketika membuka tutupnya wangi daun jeruknya berasa dan langsung muncul di imajinasi sensasi makan pecel sayuran seger yang biasa lewat di depan kost saat masih kuliah di Jakarta atau warung Jawa pinggir jalan yang lengkap dengan peyeknya. Aduhai enaknya... Mantap sudah. 

Kompor listrik pun dinyalakan dan panci pemberian dari kakak kelas di dari Indonesia yang kebetulan tinggal 2 lantai dari kamar tempat memasak untuk merebus air agar sayuran segar bisa di celup sejenak. Mangkuk kecil bermerek Tupperware berwarna hijau yang juga pemberian dari salah satu guru di Bone digunakan untuk mengaduk bumbu kacang dengan air hangat. Beberapa menit kemudian akhirnya jadilah 'Pecel Internasional' yang rasanya juara deh, gak kalah jauhlah dengan masakan Chef Juna hahaha. 

Terima kasih inspirasinya hari ini. 

"The purpose of our lives is to be happy.” — Dalai Lama



Comments

Post a Comment